Friday, April 17, 2020

AYAM MBEEK...

Halo sobat pustaka semua, I'm baack... 😇 The good news is I'm still alive, still breathing, and keep celebrating this beautiful life...

Ada banyak yang bertanya², minggat kemana nih si mimin momon hihihi... matur tengkyu perhatiannya ya sobat pustaka, mohon maaaaaap banget tidak sempat membalas satu persatu komen kalian di kolom komentar. Ada banyak alasan yang bisa saya gunakan sebagai excuse sebetulnya kenapa saya sempat membiarkan rak koleksi ini terbengkalai tak terurus beberapa waktu, tapi baiklah... akhirnya saya putuskan untuk menyimpan saja alasan² tersebut untuk konsumsi pribadi saja. Intinya, apapun yang terjadi, here I am now... kembali ke kamar perpustakaan saya tercinta ini.

Ok, di kesempatan pertama setelah saya kembali ini enake nulis opo yo... f😑💭 Seperti yang sudah² saya masih juga kewalahan mengelola gagasan di tempurung kepala yang cuman segede gini ini. Begitu banyak yang pengin saya bagikan, berdesak²an pengin keluar, tapi sayangnya pintu keluarnya begitu sempit.

Ok, mungkin ini dulu aja kali ya... yang ringan² aja dulu, tapi tetep aktual dan relevan dengan situasi "lucu" saat ini : Covid-19, alias pageblug korona kalo pake lidah jawa (masih ingat kisah legenda pageblugnya si janda dari Girah pemuja Btari Durga, Calon Arang?)

Ada beberapa ide orisinal yang bisa (dan mungkin akan) saya tuangkan dalam bentuk tulisan tentang pandemi covid-19 ini. Namun baiklah kali ini saya awali saja momen resurrection ini dengan berbagi satu tulisan/artikel menarik dari seorang penulis terkenal, Yuval Noah Harari, penulis berkebangsaan Israel yang telah menerbitkan buku² best seller ilmu pengetahuan "Sapiens" dan "Homo Deus" (lihat posting saya disini).

Di artikel ini Harari tidak membahas sol Covid-19 dari sisi medis/kesehatan. Alih² begitu, saya menangkap kesan seakan membaca sebuah conspiracy theory, kesan yang serupa saat saya membaca tulisan yang menceritakan tentang bagaimana virus jahanam ini sebenarnya bukan hasil kerja alam, melainkan hasil dari kebocoran laboratorium biologi China (dengan kesengajaan ataupun tidak, masing² juga ada versinya sendiri²). Tapi it's ok lah, terlepas dari setuju ataupun tidak, seperti juga yang selalu saya utarakan bahwa saya selalu terbiasa open mind, mencoba memahami dan melihat setiap persoalan dari segala sisi perspektif, sebelum akhirnya saya memutuskan pandangan mana yang sesuai dengan common sense saya.

Artikel Yuval Noah Harari tersebut bisa anda baca DISINI.

Sekedar review singkat saja, di artikel tersebut Harari mencoba mengungkapkan "kekuatirannya" bahwa metode mass health monitoring (a.k.a. surveillance) - yang memang mau tidak mau harus diterapkan sebagai satu tahapan langkah penyelesaian masalah pandemi virus ini, terutama bila negara yang bersangkutan menerapkan metode isolasi total atau lockdown sebagai kebijakan yang dipilih untuk menghadapi pandemi ini (sekedar referensi singkat ada dua jenis metode mainstream yang umum digunakan di berbagai negara di belahan dunia ini yaitu metode isolasi total atau lockdown, dan metode kedua yang menerapkan prinsip herd immunity). Nah terlepas dari apakah disini kita menganggap Harari terlalu overcome atau paranoid dalam menanggapi kebijakan mass health monitoring ini (di artikelnya Harari menggunakan istilah under-the-skin surveillance), namun Harari mencoba mengungkapkan bahwa BISA JADI negara² tertentu (dengan latar belakang kepentingan apapun) bisa memperoleh "legitimasi" untuk menggunakan data² pribadi tersebut untuk tujuan kepentingannya. Harari mencontohkan bahwa data tersebut bisa digunakan demi tujuan kepentingan politik, marketing/ekonomis praktis, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Mengikuti argumen logisnya kita memang bisa menerima bahwa peluang untuk itu bukannya tidak ada. Namun apakah memang itu akan benar terjadi, wallahu 'alam... silahkan anda menilai sendiri menurut common sense yang anda miliki. Sebagai rujukan untuk kesamaan penilaian, kita semua tentu sepakat bahwa jika benar hal itu yang terjadi berarti telah terjadi sebuah pelanggaran hak asasi kemanusiaan, penggunaan data pribadi untuk kepentingan sesuatu yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kemanusiaan. Sekali lagi wallahu 'alam bissawab...

Nah, apakah sekarang anda merasa sedikit tergelitik dengan kemungkinan skenario seperti yang diceritakan mister Harari ini? 😌 Sedikit cerita dari saya, beberapa waktu sebelum saya membaca artikel pak Harari tersebut saya sempat menginstall aplikasi PeduliLindungi di hape saya, dan secara sukarela meregistrasikan account sebagai partisipan aktif. Aplikasi ini adalah aplikasi resmi yang direkomendasikan oleh Kominfo RI bekerjasama dengan semua operator seluler Indonesia. Cara kerja aplikasi ini pada prinsipnya adalah menghimpun sebanyak mungkin data riwayat kesehatan dari partisipan, sehingga dari data tersebut bisa diketahui pergerakan dari orang² dengan status ODP/PDP. Aktualnya adalah (konon) kita akan mendapat alarm notifikasi di hape kita berbunyi bipbip bila kita sedang berada dalam jangkauan area siaga didekat orang yang menjadi carrier tersebut. Saya belum pernah mengalami sendiri sih hape saya sampai bunyi gitu, hehe... Yang jelas terjadi adalah begitu saya selesai membaca tulisan om Harari ini saya jadi termangu sendiri, berusaha mengolah imajinasi dan logika saya, dan kemudian buru² menghapus aplikasi tersebut dari hape saya wahahahah....

Untuk catatan, dengan tulisan ini saya tidak bermaksud dan sama sekali tidak menyarankan anda untuk meniru langkah saya mengunistall atau menghentikan penggunaan aplikasi PeduliLindungi tersebut loh ya!! Seperti juga pisau bermata dua, aplikasi semacam itu sesungguhnya sangat sangat sangat berguna... sebagai alat pemetaan bagi autoritas berwenang, ataupun sebagai alat proteksi pribadi (bagi anda dan keluarga anda), namun sesuai sifatnya sebuah pisau bermata dua bisa menjadi sebuah alat yang positif, untuk kebaikan... juga bisa menjadi alat negatif, untuk berbuat kejahatan. Tinggal bagaimana kepercayaan kita terhadap tangan yang menggengam pisau ini, apakah akan menggunakannya untuk kebaikan ataukah kejahatan. Intinya dalam hal ini adalah TRUST. Dan sebagaimana diajarkan sejak kecil dalam agama saya untuk sebanyak mungkin bersikap husnuzon alih² su'uzon, sebetulnya saya pribadi saya kok kurang percaya bahwa pemerintah kita akan mempunyai/menyimpan niat sejahat itu dibalik usaha mulia ini. Tentang Harari saya kemudian mungkin sedikit bisa menerima pandangan pesimisnya (paranoid?), saya hubungkan dengan latar belakang situasi di negara asalnya Israel sana. Apakah bukan tidak mungkin itu terjadi di Indonesia sini?? Hmmm saya tidak akan mengungkapkan peniliaian pribadi saya disini, silahkan anda juga menelaahnya menurut keyakinan dan landasan nilai² anda sendiri 😉

Oiyah, sebagai penutup dari tulisan ini saya ingin mengutip satu kalimat yang saya sukai, yang kebetulan ada juga diartikelnya si om Harari ini. Kalimat tersebut adalah : After this pandemic storm passes; Life... will never be the same again anymore. Dalam artikelnya om Harari kalimatnya berbunyi demikian : what kind of world we will inhabit once the storm passes... yes, the storm will passes, humankind will survive, most of us will still be alive... but we will inhabit a different world.

Saya kira demikian sedikit artikel ringan dari saya, sekedar memicu kembali semangat saya untuk kembali "on air" membersihkan debu² yang sudah mulai menebal di rak koleksi perpustakaan saya ini.


SALAM PUSTAKA
Stay health and stay safe Indonesia!